Nabi
SAW bersabda (yang artinya), “Puasa yang paling utama setelah (puasa) Ramadhan
adalah puasa pada bulan Allah – Muharram. Sementara shalat yang paling utama
setelah shalat wajib adalah shalat malam.” (HR. Muslim)
Dalam hadits ini disebutkan
bahwa puasa yang paling utama setelah puasa Ramadhan adalah puasa di bulan
Allah, yaitu bulan Muharram. Dan di dalam bulan Muharram terdapat anjuran untuk
berpuasa di Hari ‘Asyura.
Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa Sallam bersabda
(yang artinya), “Puasa ‘Asyura akan menghapus dosa setahun yang lalu.” (HR.
Muslim)
Kemudian terdapat suatu hadits yang menceritakan bahwa seorang
laki-laki datang bertanya kepada RasulullahShalallahu ‘alaihi wa Sallam tentang pahala puasa hari ‘asyura.
Maka Rasulullah menjawab: Aku berharap kepada Allah agar menghapus dosa-dosa
setahun yang lalu.” (HR. Muslim)
Shahabat
‘Ibnu ‘Umar Radhiyallahu ‘anhuma berkata, “Nabi Shalallahu ‘alaihi wa Sallam mengerjakan Puasa ‘Asyura dan
memerintahkan kepada para shahabat untuk berpuasa. Ketika puasa Ramadhan
diwajibkan, Rasulullah meninggalkan hal tersebut- yakni berhenti mewajibkan
mereka mengerjakan dan hukumnya menjadi mustahab (sunnah).” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Kemudian perkataan shahabat Mu’awiyyah Radhiyallahu ‘anhu,
“Aku mendengar Rasulullah Shalallahu
‘alaihi wa Sallambersabda: Hari ini adalah hari ‘Asyura. Allah
tidak mewajibkan atas kalian berpuasa padanya, tetapi aku berpuasa, maka barang
siapa yang ingin berpuasa, maka berpuasalah. Dan barangsiapa yang ingin berbuka
(tidak berpuasa), maka berbukalah.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Dari kedua hadits di atas, dapat disimpulkan bahwa hukum bepuasa
pada Hari ‘Asyura adalah mustahab (dianjurkan), yang sebelumnya adalah
wajib. Tatkala disyariatkan Puasa Ramadhan, maka hukum Puasa ‘Asyura menjadi
Sunnah
Dianjurkan untuk menambah Puasa ‘Asyura pada tanggal sembilan
Muharram, dalam rangka menyelisihi orang Yahudi dan Nashrani. ‘Ibnu ‘Abbas Radhiyallahu ‘anhuma berkata ketika Nabi SAW melakukan
puasa hari ‘Asyura dan memerintahkan kaum muslimin untuk melakukannya, kemudian
pada saat itu ada yang berkata, “Wahai Rasulullah, hari ini adalah hari yang
diagungkan oleh Yahudi dan Nashara.” Lantas Beliau Shallallahu ‘alaihi wa Sallammengatakan,
“Apabila tiba tahun depan –insyaa Allah (jika Allah menghendaki)- kita akan
berpuasa pula pada hari kesembilan.” ‘Ibnu ‘Abbas mengatakan, “Belum sampai
tahun depan, Nabi SAW sudah keburu meninggal dunia.” (HR. Muslim)
Hendaknya seorang muslim
tetap semangat dalam melaksanakan amalan-amalan sunnah. Karena hal ini menjadi
salah satu sebab Allah akan mencintainya. Sebagaimana yang disebutkan di dalam
hadits Qudsi, “Hamba-Ku senantiasa mendekatkan diri pada-Ku dengan
amalan-amalan sunnah sehingga Aku mencintainya…” (HR. Al-Bukhari)
Dalam shahihain,
dari ‘Ibnu ‘Abbas Radhiyallahu
‘anhuma, bahwasanya beliau pernah ditanya tentang hari ‘Asyura,
maka beliau menjawab: Aku tidak pernah melihat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam begitu menjaga keutamaan satu hari
diatas hari-hari lainnya, melebihi hari ini (maksudnya, hari ‘Asyura) dan bulan
yang ini (maksudnya, bulan Ramadhan).” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Bahkan Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa Sallam sendiri
sangat bersemangat dalam menjaga amalan Puasa ‘Asyura. Dan kita sebagai
seseorang yang mengaku mencintai Nabi, hendaknya kita mencontoh amalan-amalan
yang dilakukan oleh Beliau.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar